Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. 62:8)
TATA CARA MENGURUS JENAZAH
“Bismillah, mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam tulisan ini
masih banyak kekurangan, adapaun langkah yang saya lakukan adalah berbagi
pengetahuan. Penulis sendiri tentunya telah menyesuaikan hasil karya tulisan
dari penulis buku-buku yang berkaitan dengan ini, mohon maaf jika dirasa
sumber/keterangan kurang shahih, maka penulis meminta kritik dan saran.”
A. Menengok Orang Sakit
Ketentuan yang
tidak bisa ditolak bagi seluruh makhluk hidup adalah mati karena hal tersebut
merupakan sesuatu yang telah digariskan oleh Allah SWT baik bagi manusia atua
makhluk hidup lainnya. Agama islam menganjurkan agar setiap manusia selalu
mengingat akan kematian, terlebih lagi ketika kita sedang sakit.
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan
hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna batasanmu.” (QS.
Ali Imran : 185)
Rasulullah SAW
bersabda:
“Dari Abu
Hurairah, Ia berkata: Nabi SAW telah
bersabda: ‘banyak-banyaklah kamu mengingat pelebur kelezatan (yaitu) mati.’”
(HR. Tirmidzi dan Nasai yang dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
Orang yang
mati biasanya karena sakit yang sangat parah meskipun tidak sedikit pula yang
mati tanpa disertai sakit terlebih dahulu. Orang yang sakit dituntut untuk
bersabar dan disunnahkan untuk berdo’a. Kita pun dianjurkan untuk menengok
orang yang sakit, menghibur dan mendo’akannya.
Dari Abu
Hurairah. Nabi SAW bersabda: “Hak seorang islam atas orang islam yang lain
ada lima, yaitu: (1) menjawab salam (2) menjenguk orang sakit (3) mengantarkan
jenazah (4) memenuhi undangan (5) mendoakan orang yang bersin.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Yang harus
kita lakukan jika menghadapi orang yang akan meninggal, antara lain:
1. Talkini-lah
orang-orang yang akan meninggal dengan kalimat (laailaahaillallah) yang artinya
tidak ada Tuhan selain Allah (HR. Muslim dan Imam Empat)
2. Bacakanlah
kepada orang-orang yang akan meninggal surah
Yaasin (HR. Abu Dawud dan Nasai, dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
Jika sisakit
menghembuskan nafas terakhirnya maka ada beberapa hal yang harus dilakukan pada
jenazah tsb antara lain:
1. Menutup
matanya (dipejamkan), sambil mengucakan innalillahi wainna illaihi raji’un, dan
menyebutkan yang baik-baik, mendo’akan, dan memintakan ampun atas dosanya.
2. Hendaklah
seluruh badannya ditutup dengan kain agar auratnya tidak terbuka.
B. Mengurus Jenazah
1.
Memandikan
Jenazah
Memandikan jenazah
sekurang-kurangnya dengan cara mengalirkan air ke seluruh tubuhnya.
Adapun tatacara
dalam memandikan jenazah antara lain:
1.1. Jenazah
ditempatkan di tempat yang aman yaitu terlindung dari terik matahari, hujan dan
dari pandangan orang banyak, serta diletakkan di tempat yang lebih tinggi
seperti dipan, agar air bebas mengalir dan tidak menggenangi tubuhnya.
1.2. Jenazah
ditutup tubuhnya dengan sarung atau kain agar lebih mudah saat memandikannya
dan auratnya tetap tertutup.
1.3. Jenazah
dimandikan dengan air dingin.
1.4. Membersihkan
kotoran dan najis yang ada pada anggota tubuh jenazah.
1.5. Tubuh
jenazah diangkat dengan posisi didudukkan. Kemudian perut jenazah diurut untuk
mengeluarkan kotorannya.
1.6. Kuku
kaki dan jari dibersihkan agar kotorannya keluar, begitu pula dengan kotoran
yang ada di mulut atau gigi harus dibersihkan.
1.7. Siramkan
air ke seluruh tubuh jenazah sampai merata dari atas kepala hingga kaki.
1.8. Setelah
seluruh tubuh tersiram air, kemudian tubuh jenazah disabuni dan disiram kembali
hingga bersih.
1.9. Terakhir
jenazah diwudlukan dan disiram air yang diberi kapur barus dan bunga-bunga yang
baunya harum.
Dari Ummi
Atiyah, “Nabi SAW tekah masuk menemui
kami sewaktu kami memandikan anak beliau yang perempuan, lalu beliau berkata, ‘Mandikanlah
dia tiga kali, lima kali, atau lebih kalau kamu pandang baik lebih dari itu,
dengan air serta daun bidara; pada bagian akhir pakailah kapur barus atau
sedikit dari kapur.’ Ketika kami telah selesai memandikannya, kami
memberitahukan kepada beliau. Maka beliau memberikan kepada kami sebuah kain
seraya bersabda, ‘tutuplah dengan kain ini.’” (Riwayat Bukhari dan Muslim). Dalam
riwayat lain dikatakan, “Mulailah oleh kamu dengan bagian badan sebelah kanan
dan anggota wudlunya.”
Jika yang meninggal laki-laki:
Yang harus
memandikannya adalah laki-laki, tidak diperbolehkan dimandikan oleh perempuan
kecuali istri/mahramnya(ibu atau saudara perempuan).
Jika yang meninggal perempuan:
Yang harus
memandikannya adalah perempuan, tidak diperbolehkan dimandikan oleh laki-laki
kecuali suaminya/mahramnya (ayah atau saudara laki-laki).
Jika yang meninggal anak-anak:
Boleh dimandikan
oleh siapa saja.
Jika yang
meninggal laki-laki akan tetapi di tempat tersebut hanya ada perempuan yang
bukan muhrimnya, maka perempuan tersebut tidak boleh memandikannya, jenazah
cukup ditayamumkan saja.
Begitupun sebaliknya.
2.
Mengafani
Jenazah
Dari Aisyah RA
bahwa: “Rasulullah SAW dikafani dengan
tiga kain putih bersih yang terbuat dari kapas, di dalamnya tidak ada qamis dan
serban.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sedangkan untuk
jenazah wanita disunahkan dikafani dengan lima lembar kain, yaitu kain untuk
bagian bawah, baju, kerudung (tutup kepala), dan dua helai kain untuk menutupi
seluruh tubuhnya.
Dari Laila binti
Qanifa berkata, “Saya adalah salah
seorang yang ikut memandikan Ummu Kulsum binti Rasulullah SAW ketika meninggal.
Hal yang mula-mula diberikan oleh Rasulullah kepada kami ialah kain basahan,
kemudian baju, kemudian tutup kepala, kemudian kerudung , dan sesudah itu
dimasukkan ke dalam kain yang lain (yang menutupi seluruh tubuhnya). Selanjutnya,
Laila berkata: Sedang waktu itu Rasulullah SAW di tengah pintu membawa
kafannya, dan memberikan kepada kami sehelai-sehelai.” (HR. Ahmad dan Abu
Dawud)
3.
Menshalatkan
Jenazah
“Shalatkanlah olehmu orang-orang yang mati.”
(HR. Ibnu Majah)
“Shalatkanlah olehmu orang yang mengucapkan
laailaaha illallaah.” (HR. Daraqutni)
Dari Salamah bin
Al-Akwa’, “Pada suatu saat kami
duduk-duduk dekat Nabi SAW Ketika itu dibawa seorang mayat, beliau berkata
kepada kami, ‘shalatkanlah teman kamu’.”
(HR. Bukhari)
RINGKASAN CARA PELAKSANAAN JENAZAH
[Shalat Jenazah, Menguburkan
Mayyit]
Oleh
Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
[Tulisan ini hanya ringkasan dan
tidak memuat dalil-dalil semua permasalahan secara terperinci. Maka barangsiapa
di antara pembaca yang ingin mengetahui dalil-dalil setiap pembahasan
dipersilahkan membaca kitab aslinya "Ahkamul
Janaaiz wa Bid'ihaa" karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
rahimahullah]
SHALAT JENAZAH
1.
Menshalati mayat muslim hukumnya fardhu kifayah
2.
Yang tidak wajib hukumnya dishalati (tapi boleh)
:
2a. Anak yang
belum baligh [Boleh dishalati meskipun lahir karena keguguran, yaitu yang gugur
dari kandungan ibunya sebelum sempurna umur kandungan. Ini jika umurnya dalam
kandungan ibunya sampai empat bulan. Jika gugur sebelum empat bulan maka ia
tidak dishalati].
bb. Orang yang
mati syahid
3.
Disyariatkan menshalati :
aa. Orang yang
meninggal karena dibunuh dalam pelaksaanaan huhud hukum Allah
3b. Orang yang
berbuat dosa dan melakukan hal-hal yang haram. Orang ahlul ilmi dan ahlul diin
tidak menshalati supaya menjadi pelajaran bagi orang-orang yang seperti itu
cc. Orang yang
berutang yang tidak meninggalkan harta yang bisa menutupi utang-utangnya, maka
orang yang seperti ini dihsalati
3d. Orang yang
dikuburkan sebelum dishalati (atau sebagian orang sudah menshalati sementara
yang lainnya belum menshalati) maka mereka boleh menshalati di kuburnya.
3e. Orang yang
mati di suatu tempat dimana tidak ada seorangpun yang menshalati di sana, maka
sekelompok kaum muslimin menshalatinya dengan shalat gaib. [Karena tidak semua
yang meninggal dishalati dengan shalat gaib]
4. Diharamkan menshalati, memohonkan ampunan dan
rahmat untuk orang-orang kafir dan orang-orang munafik [mereka bisa diketahui
dari sikap mereka memperolok-olokkan serta memusuhi hukum dan syari'at Islam,
dengan ciri-ciri yang lain].
5. Berjamaah
dalam shalat jenazah hukumnya wajib, seperti halnya dengan shalat-shalat wajib
yang lainnya. Jika merek shalat jenazah satu persatu/sendiri-sendiri maka
kewajiban shalat jenazah sudah terpenuhi, tetapi mereka berdosa karena
meninggalkan jama’ah, wallahu ‘alam.
6. Jumlah
minimal jemaah yang tersebutkan dalam pelaksanaan shalat jenazah adalah tiga
orang.
7.
Lebih banyak jumlah jemaah lebih afdhal bagi
mayyit.
8. Disukai
membuat shaf/baris di belakang imam tiga shaf ke atas.
9. Jika yang shalat dengan imam hanya satu orang,
maka orang itu tidak berdiri pas di samping imam sejajar seperti halnya dalam
shalat-shalat lain, tapi ia berdiri di belakang imam. [Dari sini anda
mengetahui kesalahan banyak orang bahkan orang-orang terpelajar yaitu dalam
shalat-shalat biasa lainnya jika hanya berdua maka yang ma'mum mundur sedikit
dari posisi yang sejajar imam].
10.
Pemimpin
umat atau wakilnya lebih berhak menjadi imam dalam shalat, jika keduanya tidak
ada maka yang lebih pantas mengimami adalah yang lebih baik bacaan/hafalan
Qur’an-nya, kemudian yang selanjutnya tersebutkan dalam sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
11.
Jika kebetulkan banyak sekali jenazah terdiri
dari jenazah laki-laki dan jenazah wanita, maka mereka dishalati sekali shalat.
Jenazah laki-laki (meskipun masih anak-anak) diletakkan lebih dekat dengan
imam, sedangkan jenazah wanita di arah kiblat.
12.
Boleh juga dishalati satu persatu, karena ini
adalah hukum asalnya.
13.
Lebih afdhal jika shalat jenazah di luar masjid,
yaitu di suatu tempat yang disiapkan untuk shalat jenazah, dan boleh juga di
masjid karena semuanya ini pernah diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
14. Tidak boleh shalat jenazah di antara [pekuburan
[Bagi yang mencermati baik-baik, hal ini tidak bertentangan dengan yang
disebutkan di Bagian XII No.3 bagian (d)]
15.
Imam berdiri di posisi kepala mayat laki-laki
dan di posisi pertengahan mayat wanita.
16.
Bertakbir 4 kali inilah yang paling kuat atau 5
sampai 9 kali, semua ini sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lebih
utama jika diragamkan, kadang-kadang mengamalkan yang satu dan kadang-kadang
mengamalkan yang lain.
17.
Disyariatkan mengangkat kedua tangan pada takbir
yang pertama saja.
18.
Lalu melatakkan tangan kanan di atas tangan kiri
lalu menempelkan di dada.
19.
Setelah takbir yang pertama membaca surah
Al-Fatihah dan satu surah. [Disini tidak ada penjelasan yang menyebutkan adanya
do'a istiftaah]
20.
Bacaan dalam shalat jenazah sifatnya sir
[pelan].
21.
Lalu takbir yang kedua kemudian membaca shalawat
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
22.
Lalu bertakbir untuk takbir selanjutnya, dan
mengikhlaskan doa untuk mayyit.
23.
Berdoa dengan doa yang sah dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, seperti : “Alahumma ‘abduka wabna amatika ahyaaja ilaa
rahmatika wa anta ghaniyyi an ‘adzabihi in kana muhsinan farid fii hasanaatihi,
saayyian fatajawaja ‘an sayyiatihi” Artinya : “Ya Allah, ini adalah hamba-Mu,
anak hamba-Mu, ia memerlukan rahmat-Mu, Engkau berkuasa untuk tidak
menyiksanya, jika ia baik maka tambahlah kebaikannya, jika ia jahat maka
maafkanlah kejahatannya”.
24.
Berdoa antara takbir yang terakhir dengan salam
disyariatkan.
25.
Kemudian salam dua kali seperti halnya pada
shalat wajib yang lain, yang pertama ke kanan dan yang kedua ke kiri, boleh
juga salam hanya satu kali, karena kedua cara ini tersebutkan dalam sunnah.
26.
Menurut sunnah salam pada shalat jenazah dengan
cara sir (pelan), bagi imam dan orang-orang yang ikut di belalakangnya.
27.
Tidak boleh shalat pada waktu-waktu terlarang,
kecuali karena darurat. [waktu-waktu terlarang ; saat terbitnya matahari,
tatkala matahari pas dipertengahan dan tatkala terbenam]
MENGUBURKAN MAYYIT
1.
Wajib menguburkan mayyit, meskipun kafir.
2. Tidak boleh menguburkan seorang muslim dengan
seorang kafir, begitu pula sebaliknya, harus dipekuburan masing-masing.
3.
Menurut sunnah Rasul, menguburkan di tempat
penguburan, kecuali orang-orang yang mati syahid mereka dikuburkan di lokasi mereka
gugur tidak dipindahkan ke penguburan. [Hal ini memuat bantahan terhadap
sebagian orang yang mewasiatkan supaya dikuburkan di masjid atau di makam
khusus atau di tempat lainnya yang sebenarnya tidak boleh di dalam syariat
Allah Subhanahu wa Ta'ala]
4. Tidak boleh menguburkan pada waktu-waktu
terlarang [Lihat Bagian XII No 27] atau pada waktu malam, kecuali karena dalam
keadaan darurat, meskipun dengan cara memakai lampu dan turun di lubang kubur
untuk memudahkan pelaksanaan penguburan.
5. Wajib memperdalam lubang kubur, memperluas serta
memperbaiki.
6.
Penataan kubur tempat mayat ada dua cara yang
dibolehkan :
6 6.1. Lahad :
yaitu melubangi liang kubur ke arah kiblat (ini yang afdhal).
6 6.2. Syaq :
Melubangi ke bawah di pertengahan liang kubur.
7. Dalam kondisi darurat boleh menguburkan dalam
satu lubang dua mayat atau lebih, dan yang lebih didahulukan adalah yang lebih
afdhal di antara mereka.
8.
Yang menurunkan mayat adalah kaum laki-laki
(mekipun mayatnya perempuan).
9.
Para wali-wali si mayyit lebih berhak
menurunkannya.
10.
Boleh seorang suami mengerjakan sendiri
penguburan istrinya.
11.
Dipersyaratkan bagi yang menguburkan wanita ;
yang semalam itu tidak menyetubuhi isterinya.
12.
Menurut sunnah : memasukkan mayat dari arah
belakang liang kubur.
13.
Meletakkan mayat di atas sebelah kanannya,
wajahnya menghadap kiblat, kepala dan kedua kakinya melentang ke kanan dan
kekiri kiblat.
14.
Orang yang meletakkan mayat di kubur membaca :
“bismillahi wa’alaa sunnati rasuulillahi shallallahu ‘alaihi wa sallama”
-Artinya : ‘(Aku meletakkannya) dengan nama Allah dan menurut sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam” atau : “bismillahi wa ‘alaa millati rasulillahi
shallallahu ‘alaihi wa sallama” – Artinya : “(Aku meletakkan) dengan nama Allah
dan menurut millah (agama) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
15.
Setelah menimbun kubur disunnahkan hal-hal
berikut :
15.1. Meninggikan
kubur sekitar sejengkal dari permukaan tanah, tida diratakan, supaya dapat
dikenal dan dipelihara serta tidak dihinakan.
15.2. Meninggikan
hanya dengan batas yang tersebut tadi.
15.3. Memberi
tanda dengan batu atau selain batu supaya dikenali.
15.4. Berdiri
di kubur sambil mendoakan dan memerintahkan kepada yang hadir supaya mendoakan
dan memohonkan ampunan juga. (Inilah yang tersebutkan di dalam sunnah Rasul
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, adapun talqin yang banyak dilakukan oleh
orang-orang awam pada zaman ini maka hal itu tidak ada dalil landasannya di
dalam sunnah).
16. Boleh duduk saat pemakaman dengan maksud memberi
peringatan orang-orang yang hadir akan kematian serta alam setelah kematian.
[Hadits Al-Barra bin 'Aazib]
17. Menggali kuburan sebagai persiapan sebelum mati,
yang dilakukan oleh sebagian orang adalah perbuatan yang tidak dianjurkan dalam
syari’at, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan hal
itu, para sahabat beliaupun tidak melakukannya. Seorang hamba tidak mengetahui
di mana ia akan mati. Jika ia melakukan hal itu dengan dalih supaya
bersiap-siap mati atau untuk mengingat kematian maka itu dapat dilakukan dengan
cara memperbanyak amalan shaleh, berziarah ke kubur, bukan dengan cara melakukan
hal-hal yang hanya dibikin-bikin oleh orang
[Disalin dari kitab Muhtasar Kitab Ahkaamul Janaaiz wa Bid'auha, karya
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany, diringkas oleh Syaikh Ali Hasan Ali
Abdul Hamid dan diterjemahkan oleh Muhammad Dahri Komaruddin]
SUMBER REFERENSI :
1.
BULUGHUL
MARAM – IBNU HAJAR AL-ASQALANI – PUSTAKA AMANI JAKARTA
2. AHKAAMUL
JANAAIZ WA BID’IHAA – SYAIKH MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL-ALBANY
3.
MENGENAL
PENGURUSAN JENAZAH – SOPANDI - IMTIMA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar